Sabtu, 15 Oktober 2011

makalah ilmu kalam


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Ilmu Kalam merupakan bagian pokok dalam komponen keberagamaan khususnya  dalam ilmu teologi dunia Islam. Ilmu Kalam merupakan pijakan pokok seseorang dalam mengabdikan diri kepada Dzat yang diyakini sebagai sesuatu yang tiada tandingannya, yakni Allah SWT.
Pengetahuan seseorang dalam Ilmu Kalam dapat dijadikan sebuah tolak ukur keimanan yang bisa dilihat dalam tindakannya di kehidupan sehari-hari.
Dalam perjalannya, Ilmu Kalam telah mengalami berbagai peristiwa penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Islamisasi dunia sejak zaman Khulafa’ur Rasyidin (Utsman dan Ali) sampai sekarang. Pangkal kemunculannya dipicu oleh terjadinya perbedaan pendapat terhadap sikap yang harus diambil untuk menghukumi orang yang telah membunuh Khalifah Utsman. Sehingga terjadilah sebuah peperangan antar-Umat Islam, yang dikenal dengan perang Siffin dan berujung dengan adanya gencatan senjata yaitu tahkim. Keputusan tahkim ini tidak serta merta diterima oleh semua pihak. Bahkan mengakibatkan terpecahnya umat menjadi beberapa golongan (baik karena hal politis ataupun karena alasan pemahaman agamis).
Berawal dari peristiwa tersebut, muncullah berbagai pemikiran yang mengajarkan tentang sikap dan keyakinan terhadap Tuhan (ilmu kalam/teologi) yang menurut masing-masing golongan pemikirannya merupakan kebenaran mutlak yang mesti diyakini seseorang. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai golongan yang mengatasnamakan dirinya sebagai pemilik kebenaran dalam bidang aliran kalamnya. Di antara contohnya yaitu Muktazilah, Jabariyah, Qadariyyah, Asy’ariyah dan lain-lain.
Ilmu kalam menjadi tumpuan penting dalam ajaran Islam mengenai pemahaman simpul-simpul kepercayaan, masalah ke-Maha-Esa-an Tuhan. Karena itu, pengajaran Ilmu Kalam di Lingkungan masyarakat sangat penting untuk menanamkan pemahaman keagamaan dengan benar. Pendekatannya pun bisa saja bersifat doktrin atau bahkan bersifat dogmatis.
Diterima atau tidaknya sebuah pemahaman kalam oleh masyarakat tergantung pada pola pikir yang terdapat dalam pemahaman itu sendiri (rasionalitas dan logis), serta didukung oleh besar tidaknya tokoh pencetus aliran kalam tersebut. Ilmu kalam juga mempunyai posisi pokok dalam kehidupan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya istilah yang disandarkan terhadapnya, yaitu ilmu ‘aqa’id, ilmu tauhid dan ushulud-din.
Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, penyebaran ilmu kalam tidak terlepas dari peranan madrasah dan pondok pesantren. Karena dalam pendidikan madrasah dan pesantren penyampaiannya diajarkan secara langsung dan terperinci. Hal ini berlangsung sejak zaman perkembangan Islam mula-mula (zaman wali sanga) sampai dengan sekarang.
Pengetahuan Ilmu Kalam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia (khususnya masyarakat pesantren) adalah pemahaman Ilmu Kalam Asy’ariyah. Yakni aliran kalam yang dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari, seorang sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Salah satu ciri utama teologi Asy’ariyah ialah pemahaman tentang sifat-sifat Allah SWT. Terdiri dari 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan satu sifat jaiz, serta sifat-sifat yang dimiliki oleh para rasul yakni empat sifat wajib, empat sifat mustahil dan satu sifat jaiz.
Untuk lebih mengetahui keberadaan ilmu kalam ini, maka penulis mengadakan sebuah studi penelitian yang dilaksanakan di Desa Sindang hurip Kecamatan Bantarujeg. Sebuah Kecamatan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang memiliki kemajemukan masyarakat dalam pemahaman ilmu kalam.
B.       Rumusan Permasalahan
Dari beberapa pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penelitian, yaitu sebagai berikut.
1.      Sejauh manakah perkembangan ilmu kalam di Kecamatan Tambelang?
2.      Hal-hal apa saja yang mempengaruhi berkembangnya sebuah ilmu kalam di Kecamatan Tambelang?
C.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan permasalahan, yaitu sebagai berikut.
3.      Mengetahui sejauh mana perkembangan ilmu kalam di Kecamatan Tambelang.
4.      Memahami hal-hal yang mempengaruhi berkembangnya sebuah ilmu kalam di Kecamatan Tambelang.

BAB II
BERBAGAI ALIRAN YANG BERKEMBANG DALAM AGAMA ISLAM
A.    Mu’tazilah
Mu’tajilah merupakan aliran teologi islam terbesar dan tertua dalam agama Islam, aliran Mu’tajilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama Hijrah.
Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabi’in.
Kaum Mu’tajilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis islam”.
Ajaran – ajaran pokok Aliran Mu’tazilah :
Ada lima pokok ajaran (Al-Ushul Al-Khomsah) yang menjadi prinspi utama aliran Mu’tazilah. Kelima ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah At-Tauhid ( pengesaan Tuhan), Al-Adl (keadilan Tuhan), Al-Waad wa al-Wa’id (janji dan ancaman Tuhan), Al-Manzilatin (posisi diantara dua posisi), dan Al-Amr bi Al-Ma’Ruf Wa Al-Nahy An Al-Munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Kelima ajaran dasar tersebut akan di bahas di bawah ini.
a.       At-tauhid
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini. Namun, bagi Mu’tazilah, tauihid ini memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada satu pun  yang menyamai-Nya. Oleh karena itu, hanya dia-lah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’uddud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak bepermulaan). Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik Tuhan (antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat oleh mata kepala. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tak ada satu pun yang menyerupai-Nya. Dia maha melihat, mendengar, kuasa, Mengetahui, dan sebagainya. Namun, mendengar, melihat dan yang lainnya itu bukanlah sifatnya melainkan dzat-Nya.

b.      Al-Adl
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl yang berarti Tuhan Mahaadil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan.
c.       Al-Wa’d wa al-Wa’id
Ajaran ketiga ini sangat erat hubungannya dengan ajaran kedua di atas. Al-wa’d wa al-Wa’ad berarti janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (al-muthi) dan mengancam dengan siksa neraka bagi orang yang durhaka (al-ashi).
d.      Al-Mazilah bain al-manzilatin

Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mu’tazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Seperti tercatat dalam sejarah, khawarij menganggap orang tersebut sebagai kafir bahkan musyrik, sedangkan murji’ah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan. Boleh jadi dosa tersebut diampuni Tuhan. Adapun menurut Wasil bin Ata (pendiri mazhab Mu’tazilah) lain lagi. Menurutnya, orang tersebut, berada diantara dua posisi (al-manzilah bain al-manzilatin). Karena ajaran inilah, Wasil bin Ata dan sahabatnya Amir bin Ubaid harus memisahkan diri (i’tizal) dari majelis gurunya., Hasan Al-Basri. Berawal dari ajaran itulah ia membangun mazhabnya.
Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik. Izutsu, dengan mengutip Ibn Hazm, menguraikan pandangan Mu’tazilah sebagai berikut “ orang yang melakukan dosa besar disebut fasik. Ia bukan mukmin bukan pula kafir, bukan pula munafik”. Mengomentari pendapat tersebut Izutsu menjelaskan bahwa sikap mu’tazilah adalah membolehkan hubungan perkawinan dan warisan antara mukmin pelaku dosa besar dan mukmin lain dan dihalalkannya binatang sembelihannya.

B.     Khawarij
Khawārij ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah. Aliran Khwarij berpegang pada semboyan la hukma illa lillah menjadi asas bagi mereka dalam mengukur apakah seseorang masih mukmin atau sudah kafir. Asas itu membawa mereka kepada paham, setiap orang yang melakukan perbuataun dosa adalah kafir, akrena tidak sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah. Dengan demikian, orang Islam yang berzina, membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah, memakan harta anak yatim, riba, dan dosa-dosa lainnya bukan lagi mukmin, ia telah kafir. Perbuatan dosa yang membawa kepada kafirnya seseorang menurut golongan ini terbatas pada dosa besar.
Ajaran pokok aliran khawarij :
Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah: Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir. Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir.
Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu memimpin dengan benar.
C.       Murji’ah
Aliran Murji’ah berpendapat, orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun soal dosa besar yang mereka lakukan ditunda penyelesaiannya pada hari kiamat. Mereka berpendapat bahwa iman hanya pengakuan dalam hati sehingga orang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar.
Ciri- ciri murji’ah yang menonjol :
a.       Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
b.      Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
c.       Mereka mengharamkan istitsn` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah’) di dalam iman.
d.      Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
e.       Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
f.       Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam hati.
Ciri-ciri mur’jiah menurut ahli bid’ah terdahulu :
Dahulu para ahli bid’ah –dari kalangan Khawarij dan selainnya- menuduh Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah dengan irja`, dikarenakan perkataan mereka (Ahlus-Sunnah) bahwa pelaku dosa besar tidak dikafirkan, kecuali jika dia menghalalkan perbuatan tersebut. Dan mereka berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkannya tidaklah kafir yang dapat mengeluarkannya dari agama.
Ciri-ciri seorang terlepas dari mur’jiah, menurut ahlus-sunnah :
a.       Mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan.
b.      Mengatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
c.       Mengatakan bahwa maksiat mengurangi iman dan membahayakannya.
d.      Mengatakan bahwa kekufuran dapat terjadi dengan perbuatan sebagaimana dapat terjadi dengan keyakinan dan perkataan. Dan ada di antara amal yang menjadi kufur karena melakukan amal tersebut tanpa keyakinan, dan menganggap halal perbuatan tersebut.
Ciri-ciri seseorang terlepas dari mur’jiah menurut hizbiyun dan harrakiyyun :
a.       Mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan mutlak tanpa perincian yang telah disepakati oleh para salaf, Ahlus-Sunnah sejak dahulu sampai hari ini.
b.      Mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan. Dalam masalah ini terjadi khilâf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama Ahlus-Sunnah sejak dahulu hingga hari ini. Menurut mereka, apabila seorang muslim berpendapat dengan dua pendapat tersebut, maka ia telah terlepas dari Murji`ah.
D. Qadariyah
Qadariyah mempunyai kepercayaan bahwa segala sesuatu tentang manusia sudah terkait dengan ketentuan Allah, sementara Qadariyah mengatakan bahwa manusia tidak selamanya terkait pada ketentuan Allah semata, tetapi harus disertai dengan upaya dan usaha untuk menentukan nasibnya.
Ciri-Ciri Paham Qadariyah :
1.    Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa ada campur tangan Allah SWT.
2.    Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
3.    Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal kebajikan lainnya.
4.    Bebas : berpolitik, berpendapat, berkomunikasi, bergaul, berkeyakinan, pendapat.

E.     Jabariyah
Ciri - Ciri Ajaran Jabariyah :
1.      Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2.      Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3.      Ilmu Allah bersifat Huduts (baru).
4.      Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5.      Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6.      Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7.      Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8.      Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.

F.     Asy’ariyah
Asy'ariyah banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini. Kebanyakan di kalangan mereka mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus Sunnah wa Jamaah" adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah itu Asy'ariyah, Maturidiyah,dan Madzhab Salaf.
Sebenarnya, antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut:
1.    Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
2.    Tentang Perbuatan Manusia
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.
3.    Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4.    Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.
5.    Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6.    Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.
7.    Tetang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah.
Az-Zubaidi menyatakan bahwa jika dikatakan Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan Maturidiyah.

Pandangan- pandangan Asy’ariyah :
a.       Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat, seperti yang
melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak dengan cara seperti yang ada
pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan lain.
b.      Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
c.       Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena diciptakan.
d.      Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan diciptakan oleh Tuhan
e.       Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil. Mereka menentang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).
f.       Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu seperti yang dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya, melainkan tidak seperti apa pun.
g.       Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini), sebaba tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus tidak ada kafir.


BAB III
ALIRAN KALAM YANG DIANUT MASYARAKAT TAMBELANG
(Penelitian di Kecamatan Tambelang, Kab. Bekasi)

A.    Aliran Kalam Yang Dianut Oleh Masyarakat Tambelang
Pada umumnya pemahaman aliran kalam di masyarakat Tambelang yakni bercorak Asy’ariyah. Hal ini tidaklah terlepas dari peranan ulama besar yakni Imam Al-Ghazali dan Imam As-Sanusi yang memiliki pengaruh sangat besar dalam hal pemikiran dan pemahaman ilmu kalam masyarakat Indonesia umumnya. Keberadaan aliran Asy’ariyah juga ditunjang dengan keberadaan pondok-pondok pesantren beraliran sunni Asy’ariyah. Dimana dalam pengajarannya menyampaikan pemahaman-pemahaman kalam Asy’ari melalui kitab-kitab salafi. Di antara contoh kitab yang mengandung paham Asy’ariyah yaitu Tijanud daruri,‘Kifayatul ‘Awwam, As-Sanusiyah.
Masyarakat Tambelang juga mempunyai pemahaman bahwa bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Hal ini menguatkan akan aliran yang masyarakat Sindanghurip anut selama ini.
Salah satu ciri yang paling mencolok dalam pemahaman ilmu kalam Sunni Asy’ariyah masyarakat Kecamatan Tambelang yaitu adanya pembelajaran masyarakat tentang adanya sifat-sifat Allah SWT. Pembelajaran ilmu ini dapat dilihat dari materi-materi yang terdapat di setiap majlis ilmu, seperti di pondok pesantren, madrasah-madrasah serta di instansi pendidikan formal sekalipun. Seperti di Sekolah Dasar, Madrasah Idtidaiyah, SMP/MTS, SMA/MA/SMK. Bahkan dimasukan sebagai materi ajar dalam kurikulum dan silabus pendidikan.
Materi pemahaman sifat-sifat wajib Allah tersebut terdiri dari 20 sifat wajib. di antaranya, wujud (sifat nafsiyah), qidam, baqa’, mukhalafatu lilhawaditsi, qiyamuhu banafsihi, wahdaniyah (sifat-sifat ma’ani), qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’ bashar, kalam (sifat-sifat salbiyah). Satu sifat jaiz, yakni fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu (Allah bebas menciptakan atau tidak menciptakan segala yang mungkin). Dilengkapi dengan materi-materi tentang sifat mustahil bagi Allah dan sifat-sifat wajib dan mustahil bagi para rasul. Siddiq, amanah, tabligh, fathanah (sifat wajib bagi rasul), kidzib, khiyanah, kitman, baladah (sifat-sifat mustahil bagi para rasul), serta sifat jaiz bagi para rasul, yaitu ‘aradh basyariyah (sifat manusiawi). Materi-materi di atas dijadikan sebagai bahan pokok pemahaman masyarakan Kecamatan Tambelang dalam pembelajaran ilmu tauhid dan ilmu kalam.
Sebagai masyarakat yang memiliki aliran kalam Asy’ariyah, masyarakat Kecamatan Tambelang melakukan atau memasuki sebuah organisasi masyarakat yang di dalamnya mempunyai paham Asy’ariyah juga. Sebagai contohnya yaitu ormas NU (Nahdatul Ulama).
BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara harfiah yakni dalam Bahasa Arab, kalam artinya perkataan atau ucapan. Sedangkan ilmu kalam menurut istilah yaitu suatu kajian ilmiah yang berupaya memahami keyakinan-keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi-argumentasi yang kokoh. Ibnu Kaldun mengemukakan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mengandung argumen-argumen rasional untuk membela aqidah-aqidah iman dan mengandung penolakan terhadap ahli bid’ah
Macam – Macam aliran dalam ilmu kalam :
1.      Aliran Kalam Asy’ariyah
2.      Aliran mu’tazilah
3.      Aliran Khawarij
4.      Aliran mur’jiah
5.      Aliran jabariyah
6.      Aliran Qadariyah
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemahaman aliran kalam pada Masyarakat Kecamatan Malausma, maka dapat diambil beberapa kesimpulan. Yakni sebagai berikut.
1.         Secara umum masyarakat Kecamatan Tambelang beraliran kalam Asy’ariyah. Hal ini dibuktikan dengan pemahaman yang dimiliki masyarakat tentang ciri-ciri utama aliran kalam Asy’ariyah. Yakni adanya pemahaman tentang sifat-sifat wajib, sifat-sifat mustahil dan sifat jaiz bagi Allah SWT, serta sifat-sifat bagi para rasul baik wajib, mustahil ataupun jaiz.
2.         Di Kecamatan Tambelang banyak terdapat pondok pesantren yang bercorak Sunni Asy’ariyah. Pembelajaran pondok-pondok pesantren tersebutt banyak mengkaji kitab-kitab yang beraliran Asy’ariyah. Contohnya seperti tijanud daruri, Kifayatul ‘Awwam dan lain-lain.
3.         Masyarakat Kecamtan Tambelang telah aktif memasuki organisasi masarakat yang beraliran Asy’ariyah, yakni Nahdatul Ulama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar